Sabtu, 27 Oktober 2012

PERBAN AIR MATA AULYA


"Lin..." suara Aullya rintih memangggil sahabatnya, Alin . Alin tersenyum miris. Apa iya?. Seperti biasa, Alin akan mengambil 2 lembar kapas dan menutupkannya lembut, kemudian membalutkannya dengan perban putih yang selalu ada di tas Aulya. Setelah selesai, Alin memandang wajah bulat dengan kulit sawo matang. Manis, namun banyak tekanan hingga membuat wajah kecil Aulya nampak tirus. Meski selalu dengan senyum yang has, Alinlah yang paling memahami bagaimana sahabatnya. Alin menyipitkan matanya dan memandang melas sahabatnya. Yang sabar ya, bathinnya. Tapi tetap saja, Alin tak mampu berbuat apa-apa.
"Jangan dihapus..." suara gemetar Aulya dengan ibir merahnya yang mulai bergetar "Biarkan saja..." kapas dalam perban tak mampu membandung air matanya. Aulya tetap tegar meski nyatanya dia begitu rapuh, Aulya tetap menjadi pemimpin, wanita yang hebat dan kuat bagi sekitar kecuali di depan Alin dan  Faqih. Faqih..
***
(~_~)
Usianya baru 10 tahun, tapi jemarinya sudah mengenakan cincin sebagaimana gadis desa lainnya. Mempertalikan keluarga jauh agar tetap dekat, agar harta warisan tidak jatuh ke tangan yang lain. demikian, adat yang tabu di desa Alyn. Gadis kecil ini hanya menut, mengikuti kemauan ibunya seperti layaknya anak kecil yang polos dan selalu patuh akan perintah orang tua. Terlebih, ibu sudah sering menangis, ditinggal perhi ayah karena harus mangkat dan tanggungjawab sebagai tulang punggung sudah membuat beliau begitu terbebani meski rasa penat itu tak pernah ditunjukkannya. Keadaan, Ya. Keadaanlah yang sukses membangun pribadi dan mental Aulya hingga menjadikannya wanita yang tangkas dan kuat mental. Jelas berbeda dengan Alin yang anak manja perkotaan dengan fasilitas serba ada. Kedewasaaan Aulyalah yang membuat Alin begitu tertegun mempunyai sosok kuat dan cerdas. Sosok SMA hingga akhirnya nanti.

"Aulya ditunangin...yeyeyeye.." Olok Faqih. Sahabat kecil yang sering membuat Aulya marah. Jail, licik dan paling hobby membuat Aulya menangis dan menangis. Ini bukan cerita my heart, tapi memang benar. Faqih anak yang usil dan selalu dipenuhi muslihat licik untuk membuat Aulya marah, atau bahkan menangis. Demikian, hubungan kecil yang menyenangkan, yang selalu menuntut rasa rindu untuk membuat satu sama lain berulah, dan selalu berfikir; bagaimana besok, harus apa aku. Ya, tak akan ada yang menyadari kemudian, rasa ini lahir... ketika masa itu datang. Kapan, (Rasa itu mneyusup, menjelma dan mengubah dinding denyut jantung, perlahan dan jangan ditanya bagaimana, kapan? itupun jika logika masih mampu mengingatnya. Rasa ini nyata meski adapula dimana rasa itu datang tiba-tiba. Seperti aku yang terkejut merasakan jatuh cinta atas embun yang tak berwarna)

Perban Air Mata Aulya
"Wah,... Aulya nanti mau nikah... Masih kecil sudah punya anak... Nanti disuntik sama bu bidan...hahahaha" goda Faqih yang membuat Aulya takut. Aulya menangis. Teman-teman yang lain lari takut dengan ancaman Aulya
"Mau aku laporkan ke nenek kamu!" ancamnya dengan air mata sangat deras. Faqih merasa kesian, baru sekarang Aulya nangis begitu kencang, Tidak biasanya juga. Faqih takuut, entah apa yang dirasakannya..
"Akukan cuma bercanda, ya.. Sudah ya.. jangan nagis..., jangan laporinke nenekmu..." bujuk Faqih yang terbayang jelas nenek Aulya yang begitu galak akan menarik telinganya seraya ngomel panjang lebar hingga panas.
"Ndak bisa, ndak.. Akku nangis ini...hehheheheh" tangisnya semakin jadi. FAqih nampak semakin pusing. Iapun berlari menghilang menjauhi Aulya, pergi semenntara waktu. sedang Aulya semakin jadi teriak, tak peduli dengan matanya yang kecil dan mulutnya yang melebar.
tak menunggu lama,
"JAngan nagis, lagi... sini"
"KAmu mau apa...?"
Diam saja dulu..." Faqih menutupi mata Aulya yang penuh dengan air mata. Menutupnya dengan perban dan mengecupnya lembut.. "Sudah, sudah... Kalau harus menangis, menangislah. Tapi jangan sampai orang lain tahu, karena kau hanya akan ditertawainya. Kalau mau menangis, sembunyikan air matamu karena mereka akan menganggapmu lemah..." TAngis Aulya semakin kecil, dia mendengarkan Faqih..
"Kan Kak Faqih yang bikin aku nangis... :("

Aulyapun tersenyum
"Biasanya juga kamu g nangis, kok. Ya sudah. Lain kali kalo menangis jangan kayak tadi, menangisnya sama kakak saja. Kalo kakak tidak ada, Kamu tutup pake' kapas dan perban y.. biar air matanya g banyak keluar. G ada yang jual air mata lo.. :)" Aulya tersenyum. Tangisnya kini menjadi tawa yang lucu. Kelakaaar kekanakan Aulya dan Faqih. Yang membuatnya selalu melakukan hal yang sama.

Tapi kenapa? Kenapa denganmu, Aulya...



By : Uswah Al-Banna 

Cerita ini Persembahan dari SAHABAT biru ku dari sebrang
yang memahami langitku kala mendung
yang memahami Langitku kala Hujan 
dan terlepas pula ..
diapun memahami Samudraku kala Badai 

4 Uswah, Thanks Alot ^_^
kala badai, Kita Berlayar bareng yach!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar